Sobat Praktis,
Beruntunglah menjadi guru. Punya orang tua guru,
pasangan hidup kita guru, orang tua yang anaknya jadi guru, orang yang
teman-temannya guru, mereka memang beruntung. Siapa yang membekali murid untuk
bekal hidup mereka di masa depan? Berapa banyak murid-murid yang telah dididik?
Jika ukurannya kebermanfaatan untuk sesama, guru adalah orang paling beruntung.
Mulialah guru karena mereka punya peluang untuk
menginspirasi siswa agar hidup mereka jauh lebih baik dari gurunya sendiri.
Berbahagia lah guru jika kelak murid-murid mereka menjadi orang yang hidupnya
sukses nan bermanfaat bagi sesama. Itulah dahsyatnya menjadi guru.
Rugilah orang yang menyepelekan guru. Masyarakat,
bangsa, negara yang menyia-nyiakan bahkan mendzalimi guru, sungguh mereka akan
mengalami kerugian yang teramat besar. Masa depan suatu bangsa sedang
dipertaruhkan. Jangan anggap sepele hal ini.
Hari ini, mari tanyakan pada anak muda Indonesia,
siapa di antara mereka yang ingin menjadi guru? Saya teringat dengan paparan
Prof. Cheng (The Hong Kong Institute of Education) di event The 2nd East Asian
International Conference on Teacher Education Research, Desember 2010 silam.
Ada 4 prinsip holistik & berjangka panjang dalam konteks pengembangan dan
pendidikan profesi guru, yaitu attracting teacher, developing teacher,
empowering teacher, dan retaining teacher.
Prinsip pertama, attracting teacher. Pemerintah di
suatu negara harus mampu memberikan kepastian hukum & penghidupan yang
layak bagi guru. Status guru tak sebatas diperjuangkan secara de jure. Secara
de facto, kehidupan guru memang harus dijamin agar fokus dalam berkarya. Jika
syarat ini dipenuhi, maka setiap orang akan memandang profesi guru sebagai
sesuatu yang prospektif. Tugas pemerintah selanjutnya, memastikan seleksi yang
super ketat agar tidak sembarangan orang bisa menjadi guru.
Prinsip kedua, developing teacher. Lembaga
Pendidik & Tenaga Kependidikan (LPTK) musti dikuatkan fungsi
kelembagaannya. Kehidupan kampus di universitas keguruan dikondisikan agar
mampu membina dan mendidik para calon guru agar benar-benar siap menjadi guru.
Konsep pengembangan profesional guru mesti didefinisikan secara operasional.
Berkembangnya kompetensi guru mesti sejalan dengan
masa pengabdian mereka, fokus utama dari prinsip ini. Harus ada program
pengembangan profesional yang memfasilitasi guru agar mereka tidak pernah
berhenti belajar. Bentuk aktivitasnya sangat beragam, dari mulai mengikuti
training guru secara berkala, adanya supervisi pembelajaran, sampai keharusan
untuk melakukan penelitian tindakan kelas.
Empowering teacher, prinsip ini mensyaratkan
adanya upaya untuk memastikan bahwa kinerja guru selalu dapat diukur
efektivitasnya. Guru mesti dibantu agar mereka selalu dapat menunjukkan
kemampuan terbaiknya. Jika pun ada kendala, kepala sekolah dengan sistem
pengembangan profesionalnya selalu setia menemani guru untuk menyelesaikan
masalah yang kerap mereka hadapi. Tiada hari tanpa proses pemberdayaan guru.
Rencana karir seorang guru harus dinyatakan secara
tegas & tidak multitafsir, aspek penting dalam prinsip retaining teacher.
Jika aturan sudah ditetapkan bahwa syarat seorang guru menjadi kepala sekolah,
misalnya, perlu waktu mengabdi 10 tahun dengan kualifikasi tertentu. Tapi, ada
yang baru setahun sudah bisa menjadi kepala sekolah, apalagi tanpa fit &
proper test, ini namanya kecelakaan.
Komitmen dan konsistensi dalam menegakkan aturan
main bisa membuat guru termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri. Jika
tidak, guru akan mengalami demotivasi. Situasi kompetisi tidak akan pernah
berlangsung fair. Bahayanya, wrong man on the wrong place jadi sebuah
keniscayaan. Guru paham apa yang harus dilakukan jika mereka ingin menjadi
kepala sekolah, pengawas sekolah, atau jabatan struktural lainnya yang
mempersyaratkan kompetensi guru yang mesti plus.
Jadi, lupakan impian untuk meraih prestasi atau
jabatan tertentu jika masih banyak membual daripada berkarya nyata. Jika
profesi guru ingin naik kelas, coba praktikkan keempat prinsip tersebut sesuai
dengan konteks Indonesia.
Hong Kong bukan Indonesia, begitu pun sebaliknya.
Hong Kong secara serius menetapkan kebijakan strategis dan mengembangkan sistem
pendidikan guru secara sistematis dan berkelanjutan. Wajar kalau pendidikan
mereka selangkah lebih maju dari kita. Indonesia tak usah pesimis karena citra
profesi guru kita pernah mengalami masa-masa kejayaan di masa lalu.
Sayangnya itu dulu, catatan sejarah yang mesti
dapat dimaknai hikmahnya. Sekarang, apa yang mesti diperbuat? Pemerintah harus
mulai tergugah kesadarannya untuk mulai berbenah. Konsep sistem pendidikan guru
kita mungkin tak kalah hebat dari negara lain. Persoalannya, apakah konsep
tersebut konsisten diterapkan di tataran praktis pendidikan? Jangan-jangan
teorinya bagus, praktiknya amburadul. Kondisi yang memilukan sekaligus
memalukan.
Kapan pun dan dimana pun mereka berada, guru
tetaplah guru, orang yang beruntung dan mulia. Jika hari ini, saya & Anda
tetap memilih jalan hidup menjadi guru, meski jaminan hidup dan kepastian hukum
dari pemerintah masih menjadi sebuah utopia, mungkin ini bisa masuk kategori
keajaiban baru di dunia.
Menjadi guru di Jepang sangat sulit karena memang
penghargaan pemerintah kepada guru sangat eksklusif. Ada keseimbangan sempurna
antara tuntutan hak dan pemenuhan kewajiban. Guru di Jepang harus tegas
memilih, jadi guru atau tidak sama sekali. Tak ada pilihan lainnya. Di
Indonesia, kita selalu dibuat ragu untuk menentukan pilihan, jadi guru karena
pilihan hidup, jadi guru mumpung sudah lahir UU No. 14 Tahun 2005, jadi guru
karena ada peluang untuk bisa menjadi pegawai negeri sipil, atau jadi guru
karena tidak ada pilihan lainnya. Sungguh ironi.
Beruntunglah guru-guru yang ada di Indonesia.
Mereka sangat sadar bahwa pilihan hidupnya menjadi guru penuh resiko. Meskipun
demikian, semoga semangat perjuangan mereka tidak akan pernah luntur untuk
mengabdikan hidupnya bagi kelangsungan pendidikan Indonesia. Mengapa bisa
demikian? Karena mereka paham bahwa ada yang harus diselamatkan untuk
kepentingan masa depan bangsa, yaitu murid-murid mereka, para calon pemimpin
bangsa.
Menjadi guru, untuk apa? Kita berharap guru-guru
di Indonesia serempak menjawab, ‘Investasi untuk Indonesia’. Siapakah mereka
yang paham arti ‘Investasi untuk Indonesia’? Semoga saya, Anda, & mereka
yang saat ini menjadi guru di seantero penjuru nusantara.
0 comments:
Posting Komentar